Rahim Man Mandir marg

-->
Rahim[1] Man Mandir marg[2]



Diantara dongeng yang paling saya gemari adalah dongeng yang mengisahkan tentang keberadaan seekor anak harimau Bengali[3] yang dilahirkan oleh induknya di tepi sebuah hutan tak jauh dari kawasan tempat atau habitat dari kumpulan kambing hutan. Seusai melahirkan, sang induk mati kelelahan dan kehabisan darah. Bayi harimau kemudian diasuh dan disusui oleh kawanan kambing buas.
Si bayi harimau, tumbuh dalam lingkungan kasih sayang dari kawanan kambing hutan. Karena ia hidup di lingkungan kawanan kambing, maka ia berlaku dan bertabiat seperti seekor kambing. Ia berbicara dalam bahasa kambing, mengembik, bermain dan berlari seperti seekor kambing. Juga makan rumput dan minum air di sungai seperti kambing lainnya. Si harimau kecil ini amat penurut di dalam kawanan kambing.
Sampai suatu ketika, sang harimau kecil sangat terperangah ketika kawanan kambing hutan yang menjadi keluarganya diserang seekor harimau tua yang ganas. Semua kambing berhamburan ketakutan. Lalu seekor kambing jantan yang nampak tua dan tak lagi mampu berlari cepat, roboh bersimbah darah dan menjadi santapan si harimau tua yang ganas.
Dengan terheran heran, si harimau kecil menatap si harimau tua yang nampak asyik menikmati mangsanya. Si harimau tua mengoyak perut mangsanya dan mengeluarkan isi perutnya. Lalu perlahan menyantapnya dengan nikmat. Anehnya, si harimau kecil tetap berdiri di situ sambil terus menatap si harimau tua, tanpa rasa takut sedikitpun.
Tanpa disadarinya, si harimau kecil merasa lapar, maka ia pun berlaku seperti kambing. Ia mengembik dan mulai mengais rumput di sekitarnya. Perilakunya ini segera membuat si harimau tua keheranan. Ia pun bertanya pada si harimau kecil, “apa yang kau lakukan bersama kawanan kambing itu?”
Si harimau kecil mengembik. “mengapa kau mengembik? Mengapa kau makan rumput, o harimau kecil? Tidakkah kau tergoda untuk menikmati daging segar ini?” kembali harimau tua bertanya.
Si harimau kecil tak menjawab. Ia kembali mengembik.
Sadar bahwa telah terjadi sesuatu yang membuat si harimau kecil bertindak aneh, si harimau tua dengan cepat menyambar tengkuk si harimau kecil dan membawanya pergi menuju tepian sungai.
Dengan membungkukkan badan si harimau tua berkata, “lihatlah wajahmu, lalu lihat pula wajahku !, tidakkah kita ini sama? Bukankah aku dan kamu sama sama harimau? Lantas mengapa kau mengembik dan makan rumput seperti kambing?”
Si harimau kecil terdiam. Namun saat itu pula ia merasakan cakarnya mulai mengembang. Dan dari kerongkongannya terdengar geraman khas seekor harimau. Tapi ia masih diliputi keheranan.
Tanpa basa basi lagi, sang harimau tua kembali membawanya pergi. Kali ini, si harimau kecil diajaknya menuju sarangnnya. Di sana, si harimau kecil disuruhnya untuk makan sekerat daging yang masih berlumuran darah, sisa buruannya tadi.
Si harimau kecil mulanya agak jijik dengan semua itu. Tapi kekuatan paksaan dari si harimau tua membuatnya takut dan mulai menuruti permintaan si harimau tua.
Kali ini, sesaat setelah memakan daging mentah, ia merasakan sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia merasakan secara spontan, kekuatan aneh yang ada dalam dirinya. Kekuatan yang teramat besar untuk dilawan. Kekuatan yang terus menggetari jiwanya. Ia merasakan kegembiraan yang luar biasa, yang selama ini tak pernah ia rasakan. Ia bangkit dan menguap lebar. Tubuhnya menggeliat. Cakarnya mengembang dan ekornya dikibaskannya dengan leluasa. Dari tenggorokannya terdengar auman suara yang keras menggema. Khas harimau.
Menyaksikan itu semua, sang harimau tua yang menjadi gurunya tersenyum bangga seraya berkata, “sudah tahukah siapa gerangan dirimu yang sesungguhnya sekarang? Maka sekarang mari kita pergi ke padang perburuan, untuk membuktikan siapa diri kita ini !”
Tanpa bermaksud menggurui, kita memang bukan harimau. Namun ini semua perlambang, agar diri kita selalu berusaha menemukan siapa sebenarnya diri kita ini. Mengenal kelebihan dan kekurangan kita. Karena mengenal diri sama dengan menemukan Tuhan.



[1] Istilah ini saya dapat dari Guru saya tercinta, Svami Jai Dev Guruji Anand Krishna.
[2] Rahim diartikan sebagai dia yang maha menyayangi (salah satu asma Allah swt)
Man diartikan orang atau manusia. Mandir adalah kuil dalam diri. Sedangkan Marg berarti jalan, metode, aliran. Sehingga frase ini diartikan sebagai mencari Tuhan yang maha menyayangi yang bersemayam di dalam kuil diri. Serupa dengan pepatah arab, man arafa nafsahu, faqod arafa rabbahu.
[3] Kisah ini juga dituturkan oleh dua orang guru saya, Syaikh Datuk Abd. Jalil dan isterinya.

Komentar

Postingan Populer